tag:blogger.com,1999:blog-19406096943579562672024-02-18T21:40:30.831-08:00Dunia Bahasa IndonesiaBlog ini merupakan sebuah blog yang bertujuan untuk memberikan sebuah gambaran tentang objek kajian Bahasa Indonesia secara umum dengan pembahsan yang sederhana.Bayanromi (Bashori, Alfiyan, Rauf, Miftah)http://www.blogger.com/profile/11798797162610898660noreply@blogger.comBlogger8125tag:blogger.com,1999:blog-1940609694357956267.post-7320684537231885582011-11-13T20:42:00.000-08:002011-11-13T20:42:07.852-08:00Ciluk Baa,,Kaki-kaki kecil berlarian tampa beban<br />
Tak ada yang dipikirnya<br />
Hanya sejengkal pelipis menemani ladang plastik udara<br />
Galau terpikir oleh satu raga<br />
<br />
Serangga raksasa menemani lompatan yang halus<br />
Menghentakkan tarian inji-injit<br />
Walaupun terjungkal dari kolam bola<br />
Terjatuh dari roda bersekat tiga<br />
Tak ada sedikitpun linangan air mata dipipinya<br />
<br />
Angin semilir menemani setiap langkahnya<br />
Menggema dalam terowongan cacing<br />
Ringkasan warna-warni menjebaknya<br />
Mata lebam, letih menelusuri setiap rintangan<br />
<br />
Segala resah hilang seketika<br />
Hanya kebahagiaanlah yang memacu cerianya<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYp_GI11MPpGnQ4MbOY7i-d_b5g5Juruj7UZwaUioCBhzQHNY1FxdcW_P2wrYxg5NAjhng5otUwIj6h1AUwTsr4rwPfSM0qwTVx9AE6nAYsQDqkt4UBOGPqFah7hJNJA_CajLQJjlyfcM-/s1600/cov.jpg" imageanchor="1" style="clear:right; float:right; margin-left:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="400" width="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYp_GI11MPpGnQ4MbOY7i-d_b5g5Juruj7UZwaUioCBhzQHNY1FxdcW_P2wrYxg5NAjhng5otUwIj6h1AUwTsr4rwPfSM0qwTVx9AE6nAYsQDqkt4UBOGPqFah7hJNJA_CajLQJjlyfcM-/s400/cov.jpg" /></a></div>Bayanromi (Bashori, Alfiyan, Rauf, Miftah)http://www.blogger.com/profile/11798797162610898660noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1940609694357956267.post-38762620059452895112011-09-27T02:18:00.000-07:002011-09-27T02:18:09.150-07:00Gejolak CintaLelah menapak menelusuri angan<br />
Terbisat suara lantunan palsu<br />
Menepis keheningan <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw2a6fr2MP2l4yKM3okA4xVJyJGTT-qncU9BK8242Hjw4vgeQBsRygtvBMDNFNehvTu9tcqw9nnk0vN3fHZ1qc_JmpLABbwzi6jhciLuenRaE6ZJvdmyPYKYu6Cpkqf0bpdG3LpBEyOanh/s1600/254519_226518714044172_100000581340019_906854_3965315_n.jpg" imageanchor="1" style="clear:right; float:right; margin-left:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="300" width="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw2a6fr2MP2l4yKM3okA4xVJyJGTT-qncU9BK8242Hjw4vgeQBsRygtvBMDNFNehvTu9tcqw9nnk0vN3fHZ1qc_JmpLABbwzi6jhciLuenRaE6ZJvdmyPYKYu6Cpkqf0bpdG3LpBEyOanh/s400/254519_226518714044172_100000581340019_906854_3965315_n.jpg" /></a></div><br />
lara seroja<br />
Duka selalu menyelimuti pikiran<br />
<br />
Terkadang cinta selalu tak terbalas<br />
Ketika menaruh kesunyian dalam harapan<br />
Membias dalam satu sukma terdalam<br />
Selalu membekas menyimpan harapan kosong<br />
<br />
Terjebak dalam imajinasi cinta<br />
Dan selalu ingin mendapatkannya<br />
Namun itu hanya kesia-siaan belaka<br />
Hingga harapan tinggal kenangan<br />
<br />
Mencoba keluar dari kemelut cinta<br />
Goresan senyum membawa duka<br />
Selalu terbayang dalam lamunan<br />
Bagaikan fatamorgana di padang pasir<br />
Selalu nampak nyata<br />
Namun kekecewaan yang didapatkanBayanromi (Bashori, Alfiyan, Rauf, Miftah)http://www.blogger.com/profile/11798797162610898660noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1940609694357956267.post-46967637716021889712011-07-01T00:10:00.000-07:002011-07-01T00:10:31.056-07:00Penyesalandalam dinginnya malam ini kadang kuteringat akan dirimu …<br />
<br />
teringat ketika senyummu masih untukku …<br />
<br />
yang selalu hadir dalam mimpiku …<br />
<br />
yang sampai saat ini masih terbayang dipelupuk mataku …<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
kau yang dulu kucinta …<br />
<br />
dan sampai kapanpun kau selalu kucinta …<br />
<br />
kini pergi tinggalkan untukku hanya sisa …<br />
<br />
rasa pahit yang selalu terbayang jelas diingatanku …<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
memang ku tak pernah bisa menyadari …<br />
<br />
semua keegoisanku pada diri …<br />
<br />
mungkin itu yang membuatmu lelah dan muak …<br />
<br />
hingga kau tinggalkanku sendiri …<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
tak banyak kata lain untukmu lagi …<br />
<br />
selain kata “aku masih sayang kamu” …<br />
<br />
hanya itu yang masih melekat difikiranku …<br />
<br />
tak pernah hilang dalam dekapan waktu yang terluka …<br />
<br />
<br />
<br />
disini dibatas senja kuberdiri …<br />
<br />
menantang sang surya tuk tak tenggelam …<br />
<br />
supaya ku tak telelap dalam tidur …<br />
<br />
supaya ku tak terhanyut dalam lamunan …<blockquote><blockquote><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjzShB2V1nVHv-bAuLGCUvuRItW8-_W2wGu4d3cAx9boO-0Jk2QqbywrvHCvqiOusZ691DIJOsOm1hQus2X5vOwVeSPHMpO2FS2kfdBWl7QaDomKQScVmYThQENArStA6lN_TdaCWeon-z/s1600/263523_226513444044699_100000581340019_906785_7146284_n.jpg" imageanchor="1" style="clear:right; float:right; margin-left:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="180" width="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjzShB2V1nVHv-bAuLGCUvuRItW8-_W2wGu4d3cAx9boO-0Jk2QqbywrvHCvqiOusZ691DIJOsOm1hQus2X5vOwVeSPHMpO2FS2kfdBWl7QaDomKQScVmYThQENArStA6lN_TdaCWeon-z/s320/263523_226513444044699_100000581340019_906785_7146284_n.jpg" /></a></div><br />
</blockquote></blockquote>Bayanromi (Bashori, Alfiyan, Rauf, Miftah)http://www.blogger.com/profile/11798797162610898660noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1940609694357956267.post-14392933071281379172011-06-13T02:49:00.000-07:002011-06-13T02:49:07.448-07:00Teori ResepsiTEORI RESEPSI SASTRA I<br />
Teori resepsi sastra merupakan salah satu aliran dalam penelitian sastra<br />
yang terutama dikembangkan oleh mazhab Konstanz tahun 1960-an di jerman.<br />
Teori ini menggeserkan fokus penelitian dari struktur teks ke arah penerimaan<br />
atau penikmatan pembaca. Mazhab Konstanz meneruskan penelitian<br />
fenomenologi, strukturalisme Praha, dan hermeneutika.<br />
Untuk memahami latar belakang teori-teori resepsi, terlebih dahulu<br />
dijelaskan secara singkat pandangan-pandangan yang berperan mendorong<br />
tumbuhnya pandangan resepsionistik itu, terutama fenomenologi dah<br />
hermeunetika.<br />
Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl sebagai aliran filsafat yang<br />
menekankan bahwa gejala-gejala harus diajak berbicara dan diberi kesempatan<br />
memperlihatkan diri. Bagi husserl, objek penelitian filosofis yang sebenarnya<br />
adalah isi kesadaran kita dan bukan objek dunia. Kita menemukan sifat-sifat<br />
universal atau esensial dalam benda-benda yang tampak justru di dalam kesadaran<br />
kita. Dengan demikian, makna gejala-gejala hanya dapat disimpulkan berdasarkan<br />
pengalaman kita mengenai gejala-gejala itu. Ketika Roman Ingarden mencoba<br />
menggambarkan cara khas penerimaan sebuah karya seni, dia menggunakan<br />
kerangka acuan fenomenologi untuk menjelaskannya. Menurut Ingarden, setiap<br />
karya sastra secara prinsip belum lengkap karena hanya menghadirkan bentuk<br />
skematik dan sejumlah tempat tanpa batas yang perlu dilengkapi secara individual<br />
menurut pengalamannya akan karya-karya lain. Namun demikian, sejauh<br />
menyangkut teks, kelengkapan itu tak pernah dapat sempurna. Yang dapat<br />
dilakukan untuk melengkapi struktur karya sastra itu adalah melakukan<br />
konkretisasi (penyelarasan atau pengisian makna oleh pembaca).<br />
Hermeneutika semula terbatas pada teori dan kaidah menafsirkan sebuah<br />
teks, khususnya kitab suci agama Yahudi dan Kristen secara filologis, historis,<br />
dan teologis. Schleiermacher memperluas istilah itu untuk menyebut cara kita<br />
memahami dan menafsirkan sesuatu yang selalu dipengaruhi oleh konteks<br />
43<br />
historis. Gadamer memperluas lagi lingkup hermeneutik. Menurut dia istilah itu<br />
mengacu pada proses mengetahui, memahami, dan menafsirkan sesuatu tidak<br />
hanya melibatkan subjek dan objek, melainkan merupakan sebuah proses sejarah.<br />
Cakrawala kesadaran sejarah yang meliputi si penafsir menentukan<br />
pengetahuannya (Hartoko, 1986: 38).<br />
Berikut ini akan dikemukakan teori-teori resepsi yang paling menonjol<br />
dalam lingkup teori sastra.<br />
1. Hans Robert Jauss: Horison Harapan<br />
Teori resepsi, yang merupakan sebuah aplikasi historis dari tanggapan<br />
pembaca terutama berkembang di Jerman ketika hans Robert Jauss<br />
menerbitkan tulisan berjudul Literary Theory as a Challenge to Literary<br />
Theory (1970). Fokus perhatiannya, sebagaimana teori tanggapan pembaca<br />
lainnya, adalah penerimaan sebuah teks. Minat utamanya bukan pada<br />
tanggapan seorang pembaca tertentu pada suatu waktu tertentu melainkan<br />
pada perubahan-perubahan tanggapan interpretasi dan evaluasi pembaca<br />
umum terhadap teks yang sama atau teks-teks yang berbeda dalam kurun<br />
waktu berbeda.<br />
Jauss merupakan seorang ahli dalam bidang sastra Perancis abad<br />
pertengahan dari Universitas Konstanz. Sebagai seorang ahli dalam bisang<br />
sastra lama, Jauss beranggapan bahwa karya sastra lama merupakan<br />
produk masa lampau yang memiliki relevansi dengan masa sekarang,<br />
dalam arti ada nilai-nilai terntentu untuk orang yang membacanya. Untuk<br />
menggambarkan relevansi itu Jauss memperkenalkan konsep yang<br />
terkenal: Horizon Harapan yang memungkinkan terjadinya penerimaan<br />
dan pengolahan dalam batin pembaca terhadap sebuah objek literer.<br />
Melalui penelitian resepsi, Jauss ingin merombak sejarah sastra masa itu<br />
yang terkesan hanya memaparkan sederetan pengarang dan jenis sastra<br />
(genre). Fokus perhatiannya adalah proses sebuah karya sastra diterima,<br />
sejak pertama kali ditulis sampai penerimaan-penerimaan selanjutnya.<br />
44<br />
De Man menilai bahwa Jauss berusaha menjembatani teori-teori<br />
formalisme Rusia dengan teori-teori Marxis. Teori formalisme Rusia<br />
dipandangnya terlalu berlebihan menekankan nilai estetik teks sehingga<br />
mengabaikan dungsi sosial sastra. Sebaliknya teori-teori Marxis terlalu<br />
menekankan fungsi sosial sastra dalam masyarakat sehingga hakikat sastra<br />
sebagai karya seni kurang diperhatikan. Jauss menegaskan bahwa sebuah<br />
karya sastra merupakan objek estetik yang memiliki implikasi estetik dan<br />
implikasi historik. Implikasi estetik timbul apabila teks dinilai dalam<br />
perbandingan dengan karya-karya lain yang telah dibaca, dan implikasi<br />
historis muncul akibat perbandingan historis dengan rangkaian penerimaan<br />
atau resepsi sebelumnya.<br />
Jaus mengungkapkan tujuh tesis pemikiran teoretisnya. Secara<br />
singkat ketujuh tesis itu berikut ini.<br />
1) Karya sastra bukanlah monumen yang mengungkapkan makna yang<br />
satu dan sama, seperti anggapan tradisional mengenai objektivitas<br />
sejarah sebagai deskripsi yang tertutup. Karya sastra ibarat oerkestra:<br />
selalu memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menghadirkan<br />
resonansi yang baru yang membebaskan teks itu dari belenggu bahasa,<br />
dan menciptakan konteks yang dapat diterima pembaca masa kini.<br />
Sifat dialogal ini memungkinkan pembaca mengapropriasikan masa<br />
lampau untuk ditiru, diabaikan, atau ditolak.<br />
2) Sistem horison harapan pembaca timbul sebagai akibat adanya momen<br />
historis karya sastra, yang meliputi suat prapemahaman mengenai<br />
genre, bentuk, dan tema dalam karya yang sudah diakrabi, dan dari<br />
pemahaman mengenai oposisi antara bahasa puitis dan bahasa seharihari.<br />
Sekalipun sebuah karya sastra tampak baru sama sekali, ia<br />
sesungguhnya tidak baru secara mutlak seolah-olah hadir dari<br />
keosongan. Sastra telah memerpsiapkan pembacanya dalam sebuah<br />
sistem penerimaan yang khas melalui tanda-tanda dan kode-kode<br />
dalam perbandingan dengan hal yang sudah dikenal sebelumnya. Jadi,<br />
ada interaksi antara teks dengan konteks pengalaman pencerapan<br />
45<br />
estetik yang bersifat transsubjektif itu. Horison harapan<br />
memungkinkan seseorang mengenal ciri artistik sebuah karya teks<br />
sastra.<br />
3) Jika ternyata masih ada jarak estetik antara horison harapan dengan<br />
wujud sebuah karya sastra yang baru, maka proses penerimaan dapat<br />
mengubah harapan itu baik melalui penyangkalan terhadap<br />
pengalaman estetik yang sudah dikenal atau melalui kesadaran bahwa<br />
sudah muncul suatu pengalaman estetik yang baru. Di sini dituntut<br />
penerimaan sastra sebagaimana penerimaan seni pertunjukan, yang<br />
selalu memenuhi horison harapan sesuai dengan cita rasa keindahan,<br />
sentimen-sentimen, dan emosi yang sudah dikenal. Justru karya sastra<br />
yang adiluhung memiliki sifat artistik jarak estetik ini.<br />
4) Rekonstruksi mengenai horison harapan terhadap karya sastra sejak<br />
diciptakan atau disambut pada masa lampau hingga masa kini, akan<br />
menghasilkan berbagai varian resepsi dengan semangat jaman yang<br />
berbeda. Dengan demikian, pandangan platonis mengenai makna karya<br />
sastra yang objektis, tunggal dan abadi untuk semua penafsir perlu<br />
ditolak.<br />
5) Teori estetika penerimaan tidak hanya sekadar memahami makna dan<br />
bentuk karya sastra menurut pemahaman historis. Dia menuntut agar<br />
kita memasukkan sebuah karya individual ke dalam rangkaian sastra<br />
agar lebih dikenal posisi dan arti historisnya dalam konteks<br />
pengalaman sastra.<br />
6) Apabila pemahaman dan pemaknaan sebuah karya sastra menurut<br />
resepsi historis tidak dapat dilakukan karena adanya perubahan sikap<br />
estetik, maka seseorang dapat menggunakan perspektif sinkronis untuk<br />
menggambarkan persamaan, perbedaan, pertentangan, ataupun<br />
hubungan antara sistem seni sejaman dengan sistem seni dalam masa<br />
lampau. Sebuah sejaran sastra menjadi mantap dalam pertemuan<br />
perspektif sinkronis dan diakronis. Jadi, sistem sinkronis tetap harus<br />
46<br />
membuat masa lampau sebagai elemen struktural yang tak dapat<br />
dipisahkan.<br />
7) Tugas sejarah sastra tidak menjadi lengkap hanya dengan<br />
menghadirkan sistem-sistem karya sastra secara sinkronis dan<br />
diakronis, melainkan harus juga dikaitkan dengan sejarah umum.<br />
Kedudukan khas dan unik dari sejarah sastra perlu perlu mendapat<br />
kepunuhannya dalam sejarah umum. Hubungan ini tidak berakhir<br />
dengan sekadar menemukan gambaran mengenai situasi sosial yang<br />
berlaku di dalam karya sastra. Fungsi sosial karya sastra hanya<br />
sungguh terwujud bila pengalaman sastra pembaca masuk ke dalam<br />
horison harapan mengenai kehidupannya yang praktis, membuat<br />
dirinya semakin memahami dunianya, dan akhirnya memiliki pengaruh<br />
kepada tingkah laku sosialnya. Pandangan Jauss tempaknya<br />
memperoleh sambutan dan dukungan yang luas di kalahngan ilmuwan<br />
sastra modern.<br />
2. Wolfgang Iser: Pembaca Implisit<br />
Iser juga termasuk salah seoramh eksponen mazhab Konstanz. Tetapi<br />
berbeda dari Jaunn yang memperkenalkan model sejarah resepsi, Iser lebih<br />
memfokuskan perhatiannya kepada hubungan individual antara teks dan<br />
pembaca (estetikan pengolahan). Pembaca yang dimaksud oleh Iser<br />
bukanlah pembaca konkret individual, melainkan pembaca implisit. Secara<br />
singkat dapat dikatakan bahwa pembaca implisit merupakan suatu instansi<br />
di dalam teks yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara teks dan<br />
pembacanya. Dengan kata lain, pembaca yang diciptakan oleh teks-teks itu<br />
sendiri, yang memungkinkan kita membaca teks itu dengan cara tertentu.<br />
Iser mengemukakan teori resepsinya dalam bukunya The Act of<br />
Reading: a Theory of Aesthetic Response (1978). Menurut Iser, tak<br />
seorang pun yang menyangkal keberadaan pembaca dalam memberi<br />
penilaian terhadap karya sastra, sekalipun orang berbicara mengenai<br />
otonomi sastra. Oleh karena itu, observasi terhadap respon pembaca<br />
47<br />
merupakan studi yang esensial. Pusat kegiatan membaca adalah interaksi<br />
antara struktur teks dan pembacanya. Teori fenomenologi seni telah<br />
menekankan bahwa pembacaan sastra tidak hanya melibatkan sebuah teks<br />
sastra, melainkan juga aksi dalam menanggapi teks. Teks itu sendiri<br />
hanyalah aspek-aspek skematik yang diciptakan pengarang, yang akan<br />
digantikan dengan kegiatan konkretisasti (realisasi makna teks oleh<br />
pembaca).<br />
Iser (1978: 20-21) menyebutkan bahwa karya saastra memiliki dua<br />
kutub, yakni kutub artistik dan kutub estetik. Kutub artistik adalah kutub<br />
pengarang, dan kutub estetik merupakan realisasinya yang diberikan oleh<br />
pembaca. Aktualisasi yang benar terjadi di dalam interaksi antara teks<br />
(perhatian terhadap teknik pengarang, struktur bahasa) dan pembaca<br />
(psikologi pembaca dalam proses membaca, fungsi struktur bahasa<br />
terhadap pembaca). Penelitian sastra harus dimulai dari kode-kode struktur<br />
yang terdapat dalam teks. Aspek verbal (struktur/bahasa) perlu dipahami<br />
agar menghindarkan penerimaan yang arbitrer. Fungsi struktur itu tidak<br />
berlaku selama belum ada efeknya bagi pembaca. Oleh karena itu<br />
penelitian perlu dilanjutkan dengan mendeskripsikan interaksi antara<br />
bahasa dan pembaca, yang merupakan kepenuhan penerimaan teks.<br />
Bagi Iser, tugas kritik teks adalah menjelaskan potensi-potensi<br />
makna tanpa membatasi diri pada aspek-aspek tertentu, karena makna teks<br />
bukanlah sesuatu yang tetap melainkan sebagai peristiwa yang dinamik,<br />
dapat berubah-ubah sesuai dengan gudang pengalaman pembacanya.<br />
Sekalipun disadari bahwa totalitas makna teks tidak dapat secara tuntas<br />
dipahami, proses membaca itu sendiri merupakan suatu prakondisi penting<br />
bagi pembentukan makna. Makna referensial bukanlah ciri pokok estetis.<br />
Apa yang dinamakan estetis adalah jika hal tertentu membawa hal baru,<br />
sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Jadi, penetapan makna estetis<br />
sesungguhnya bermakna ganda, bersifat estetis sekaligus diskursif.<br />
Pengalaman yang dibangun dan digerakkan dalam diri pembaca oleh<br />
48<br />
sebuah teks menunjukkan bahwa kepenuhan makna estetis muncul dalam<br />
relasi dengan sesuatu di luar teks.<br />
Pandangan Iser tentang estetika resepsi dapat dipahami dengan<br />
meninjau teorinya mengenai pembaca implisit dan membandingkannya<br />
dengan teori-teori pembaca lainnya.<br />
Menurut Iser, konsep tradisional mengenai pembaca selama ini<br />
umumnya mencakup dua kategori, yakni pembaca nyata atau pembaca<br />
historis dan pembaca potensial atau pembaca yang diandaikan oleh<br />
pengarang. Diandaikan bahwa pembaca jenis kedua ini mampu<br />
mengaktualisasikan sebuah teks dalam sebuah konteks secara memadai,<br />
seperti seorang pembaca ideal yang memahami kode-kode pengarang.<br />
Selain teori-teori tradisional tersebut, terdapat beberapa pandangan<br />
yang lebih modern tentang pembaca, yang menurut Iser tidak bebas dari<br />
kesalahan.<br />
1) Michael Riffaterre memperkenalkan istilah superreader, yakni sintesis<br />
pengalaman membaca dari sejumlah pembaca dengan kompetensi<br />
yang berbeda-beda. Kelompok ini diharapkan dapat mengungkap<br />
potensi semantik dan pragmatik dari pesan teks melalui stilistika.<br />
Kesulitan akan muncul bila terdapat penyimpangan gaya, yang<br />
mungkin hanya dipahami dengan referensi lain di luar teks.<br />
2) Stanley Fish mengajukan istilah informed reader (pembaca yang tahu,<br />
yang berkompeten), yang mirip dengan konsep Rifattere. Untuk<br />
menjadi seseorang pembaca yang berkompeten, diperlukan syaratsyarat:<br />
a) kemampuan dalam bidang bahasa, b) kemampuan semantik,<br />
c) kemampuan sastra. Melalui kemampuan-kemampuan ini seorang<br />
informed reader dapat merespon karya sastra. Teori ini tidak dapat<br />
diterima karena lebih berkaitan dengan teks daripada dengan<br />
pembacanya. Perubahan kalimat misalnya, lebih berkaitan dengan<br />
aturan gramatikal daripada pengalaman pembaca.<br />
3) Edwin Wolff mengusulkan intended reader, yakni model pembaca<br />
yang berada dalam benak penulis ketika dia merekonstruksikan idenya.<br />
49<br />
Model pembaca ini mengacu kepada pembayangan seorang penulis<br />
tentang pembaca tulisannya melalui observasi akan norma dan nilai<br />
yang dianut masyarakat pembacanya. Pembaca ini akan mampu<br />
menangkap isyarat-isyarat tekstual. Persoalannya, bagaimana jika<br />
seorang pembaca yang tidak dituju pengarang tetapi mampu<br />
memberikan arti kepada sebuah teks?<br />
Iser sendiri mengajukan konsep implied reader untuk mengatasi<br />
kelemahan pandangan-pandangan teoritis mengenai pembaca.<br />
Pembaca tersirat sesungguhnya telah dibentuk dan distrukturkan di<br />
dalam teks sastra. Teks sendiri telah mengandung syarat-syarat bagi<br />
aktualisasi yang memungkinkan pembentukan maknanya dalam benak<br />
pembaca (Iser, 1982: 34). Dengan demikian, kita harus mencoba<br />
memahami efek tanggapan pembacanya terhadap teks tanpa prasangka<br />
tanpa mencoba mengatasi karakter dan situasi historisnya. Teks sudah<br />
mengasumsikan pembacanya, entah pembaca yang berkompeten<br />
maupun tidak. Teks menampung segala macam pembaca, siapapun<br />
dia, karena struktur teks sudah menggambarkan peranannya.<br />
Perhatikan bahwa teks sastra disusun seorang pengerang (dengan<br />
pandangan dunia pengarangnya) mengandung empat perspektif utama,<br />
yaitu pencerita, perwatakan, alur, dan bayangan mengenai pembaca.<br />
Keempat perspektif ini memberi tuntunan untuk menemukan arti teks.<br />
Arti teks sebuah teks dapat diperoleh jika keempat perspektif ini dapat<br />
dipertemukan dalam aktivitas atau proses membaca. Di sini terlihat<br />
kedudukan pembaca yang sangat penting dalam memadukan perspetifperspektif<br />
tersebut dalam satu kesatuan tekstual, yang dipandu oleh<br />
penyatuan atau perubahan perspektif.<br />
Instruksi-instruksi yang ditunjukkan teks merangsang bayangan<br />
mental dan menghidupkan gambaran yang diberikan oleh struktur teks.<br />
Jadi gambaran mental itu muncul selama proses membaca struktur<br />
teks. Pemenuhan makna teks terjadi dalam proses ideasi<br />
(pembayangan dalam benak pembaca) yang menerjemahkan realitas<br />
50<br />
teks ke dalam realitas pengalaman personal pembaca. Secara konkret,<br />
isi nyata dari gambaran mental ini sangat dipengaruhi oleh gudang<br />
pengalaman pembaca sebagai latar referensial.<br />
Konsep implied reader memungkinkan kita mendeskripsikan efekefek<br />
struktur sastra dan tanggapan pembaca terhadap teks sastra.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhY2TWTi_SM9grkGWlwuLCnGPVKAlQpYscCxUolno06preXBWc6LEY65z29JWHOnoGD7uWxaST5YokhUGI2sZoVsHCNMkgxCjeBc_zej6g5w-nkp-QsLykKoT_oc_-LWOK3ism48i72zq0-/s1600/2.jpeg" imageanchor="1" style="clear:right; float:right; margin-left:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="140" width="186" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhY2TWTi_SM9grkGWlwuLCnGPVKAlQpYscCxUolno06preXBWc6LEY65z29JWHOnoGD7uWxaST5YokhUGI2sZoVsHCNMkgxCjeBc_zej6g5w-nkp-QsLykKoT_oc_-LWOK3ism48i72zq0-/s320/2.jpeg" /></a></div>Bayanromi (Bashori, Alfiyan, Rauf, Miftah)http://www.blogger.com/profile/11798797162610898660noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1940609694357956267.post-71929991251978580082011-06-09T23:55:00.000-07:002011-06-09T23:55:18.361-07:00Kumpulan PuisiKumpulan Puisi<br />
<br />
Kertas putih melukis rindu <br />
Kamis, Agustus 13<br />
secarik kertas terbaring lemah tak berdaya.. Memberi pengharapan pada jemari yang mau meraihnya.. Tergolek lemah Pena disampingnya.. Berharap dipeluk mesra oleh jemari..<br />
<br />
Sang surya tak mampu hangat kan, sang angin tak mampu sejukkan..<br />
<br />
Hanya jemari lentik yg berusaha memeluk mesra pena,, berusaha menggores tinta hitam di kertas putih..<br />
Menggoreskan luka yg kesekian kali terjadi, luka yg begitu menyesak dihati,,<br />
<br />
Luka karena rindu<br />
Luka karena mencintai dustamu<br />
Meski begitu, tetap ku merinduimu,<br />
<br />
Mungkin terlihat bodoh, tapi bagiku..<br />
Bisa mencintaimu merupakan keindahan yang mahal,<br />
Meski dusta sebagai balasan..<br />
<br />
Tak urung ku gores tinta hitam,<br />
Menulis semua kerinduan yang mendalam,,<br />
<br />
Biarlah kertas tak putih lagi,<br />
Biarlah tinta habis terurai,<br />
Biarlah..<br />
Biarlah..<br />
<br />
Asal kau bisa mengerti,<br />
Goresan rindu dalam kertas ini,,<br />
<br />
<br />
Marblezia, Januari 08<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Taufiq Ismail <br />
<br />
BAGAIMANA KALAU<br />
<br />
<br />
Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam, <br />
tapi buah alpukat, <br />
Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat, <br />
Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah, <br />
dan kepada Koes Plus kita beri mandat, <br />
Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi, <br />
dan ibukota Indonesia Monaco, <br />
Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas, <br />
salju turun di Gunung Sahari, <br />
Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikin <br />
dan Ali Wardhana ternyata pengarang-pengarang lagu pop, <br />
Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia <br />
dibayar dengan pementasan Rendra, <br />
Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi, <br />
dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan, <br />
Bagaimana kalau akustik dunia jadi sedemikian sempurnanya sehingga di <br />
kamar tidur kau dengar deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki <br />
pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi sera suara-suara <br />
percintaan anak muda, juga bunyi industri presisi dan <br />
margasatwa Afrika, <br />
Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil <br />
mempertimbangkan protes itu, <br />
Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kita <br />
pelihara ternak sebagai pengganti <br />
Bagaimana kalau sampai waktunya <br />
kita tidak perlu bertanya bagaimana lagi. <br />
<br />
<br />
1971 <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Taufiq Ismail <br />
<br />
BAYI LAHIR BULAN MEI 1998 <br />
<br />
<br />
Dengarkan itu ada bayi mengea di rumah tetangga <br />
Suaranya keras, menangis berhiba-hiba <br />
Begitu lahir ditating tangan bidannya <br />
Belum kering darah dan air ketubannya <br />
Langsung dia memikul hutang di bahunya <br />
Rupiah sepuluh juta <br />
<br />
<br />
Kalau dia jadi petani di desa <br />
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota <br />
Kalau dia jadi orang kota <br />
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya <br />
Kalau dia bayar pajak <br />
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing <br />
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing <br />
<br />
<br />
Cobalah nasihati bayi ini dengan penataran juga <br />
Mulutmu belum selesai bicara <br />
Kau pasti dikencinginya. <br />
<br />
<br />
1998<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Taufiq Ismail <br />
KETIKA BURUNG MERPATI SORE MELAYANG <br />
<br />
<br />
<br />
Langit akhlak telah roboh di atas negeri <br />
Karena akhlak roboh, hukum tak tegak berdiri <br />
Karena hukum tak tegak, semua jadi begini <br />
Negeriku sesak adegan tipu-menipu <br />
Bergerak ke kiri, dengan maling kebentur aku <br />
Bergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak aku <br />
Bergerak ke belakang, dengan pencopet kesandung aku <br />
Bergerak ke depan, dengan penipu ketanggor aku <br />
Bergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku <br />
<br />
<br />
Kapal laut bertenggelaman, kapal udara berjatuhan <br />
Gempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang kelaparan <br />
Kemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulan <br />
Jutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulan <br />
Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan <br />
<br />
<br />
Beribu pencari nafkah dengan kapal dipulangkan <br />
Penyakit kelamin meruyak tak tersembuhkan <br />
Penyakit nyamuk membunuh bagai ejekan <br />
Berjuta belalang menyerang lahan pertanian <br />
Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan <br />
<br />
<br />
Lalu berceceran darah, berkepulan asap dan berkobaran api <br />
Empat syuhada melesat ke langit dari bumi Trisakti <br />
Gemuruh langkah, simaklah, di seluruh negeri <br />
Beribu bangunan roboh, dijarah dalam huru-hara ini <br />
Dengar jeritan beratus orang berlarian dikunyah api <br />
Mereka hangus-arang, siapa dapat mengenal lagi <br />
Bumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri <br />
<br />
<br />
Kukenangkan tahun ‘47 lama aku jalan di Ambarawa dan Salatiga <br />
Balik kujalani Clash I di Jawa, Clash II di Bukittinggi <br />
Kuingat-ingat pemboman Sekutu dan Belanda seantero negeri <br />
Seluruh korban empat tahun revolusi <br />
Dengan Mei ‘98 jauh beda, jauh kalah ngeri <br />
Aku termangu mengenang ini <br />
Bumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri <br />
<br />
<br />
Ada burung merpati sore melayang <br />
Adakah desingnya kau dengar sekarang <br />
Ke daun telingaku, jari Tuhan memberi jentikan <br />
Ke ulu hatiku, ngilu tertikam cobaan <br />
Di aorta jantungku, musibah bersimbah darah <br />
Di cabang tangkai paru-paruku, kutuk mencekik nafasku <br />
Tapi apakah sah sudah, ini murkaMu? <br />
<br />
<br />
Ada burung merpati sore melayang <br />
Adakah desingnya kau dengar sekarang <br />
<br />
<br />
<br />
1998<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Chairil Anwar <br />
<br />
AKU <br />
<br />
Kalau sampai waktuku<br />
'Ku mau tak seorang kan merayu<br />
Tidak juga kau<br />
<br />
Tak perlu sedu sedan itu<br />
<br />
Aku ini binatang jalang<br />
Dari kumpulannya terbuang <br />
<br />
Biar peluru menembus kulitku<br />
Aku tetap meradang menerjang<br />
<br />
Luka dan bisa kubawa berlari<br />
Berlari<br />
Hingga hilang pedih peri<br />
<br />
Dan aku akan lebih tidak perduli<br />
<br />
Aku mau hidup seribu tahun lagi<br />
<br />
Maret 1943<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Chairil Anwar <br />
PRAJURIT JAGA MALAM<br />
<br />
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? <br />
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, <br />
bermata tajam <br />
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya <br />
kepastian <br />
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini <br />
Aku suka pada mereka yang berani hidup <br />
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam <br />
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... <br />
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! <br />
<br />
1948<br />
<br />
<br />
Siasat,<br />
Th III, No. 96<br />
1949<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Chairil Anwar <br />
MIRAT MUDA, CHAIRIL MUDA<br />
<br />
Dialah, Miratlah, ketika mereka rebah,<br />
menatap lama ke dalam pandangnya<br />
coba memisah mata yang menantang<br />
yang satu tajam dan jujur yang sebelah.<br />
<br />
Ketawa diadukannya giginya pada mulut Chairil; <br />
dan bertanya: Adakah, adakah<br />
kau selalu mesra dan aku bagimu indah?<br />
Mirat raba urut Chairil, raba dada<br />
Dan tahulah dia kini, bisa katakan <br />
dan tunjukkan dengan pasti di mana<br />
menghidup jiwa, menghembus nyawa<br />
Liang jiwa-nyawa saling berganti.<br />
Dia rapatkan<br />
<br />
Dirinya pada Chairil makin sehati;<br />
hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas<br />
Hiduplah Mirat dan Chairil dengan dera,<br />
menuntut tinggi tidak setapak berjarak <br />
dengan mati<br />
<br />
-di pegunungan 1943, ditulis 1949<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Chairil Anwar <br />
RUMAHKU<br />
<br />
Rumahku dari unggun-unggun sajak<br />
Kaca jernih dari segala nampak<br />
<br />
Kulari dari gedung lebar halaman<br />
Aku tersesat tak dapat jalan<br />
<br />
Kemah kudirikan ketika senjakala<br />
Dipagi terbang entah kemana<br />
<br />
Rumahku dari unggun-unggun sajak<br />
Disini aku berbini dan beranak<br />
<br />
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang<br />
Aku tidak lagi meraih petang<br />
Biar berleleran kata manis madu<br />
jika menagih yang satu<br />
<br />
April 1943<br />
<br />
Bayanromi (Bashori, Alfiyan, Rauf, Miftah)http://www.blogger.com/profile/11798797162610898660noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1940609694357956267.post-59323096541003973802011-06-09T21:09:00.000-07:002011-06-09T21:10:31.217-07:00Peranan Bahasa Indonesia Saat ini ..<div style="color: yellow;" title="MsoNormal"><span style="font-family: comic sans ms,sans-serif; font-size: x-small;">Peranan Bahasa Indonesia Saat ini ..</span></div><div title="MsoNormal"><br />
</div><div title="MsoNormal"><span style="font-family: comic sans ms,sans-serif; font-size: x-small;"> Bahasa Indonesia merupakan Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk berkomunikasi satu sama lain . Beragamnya Suku di Indonesia tidak membuat masyarakat Indonesia lepas dari komunikasi karena ada bahasa nasional yang dapat digunakan yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia itu sendiri merupakan bahasa penghubung untuk setiap suku di Indonesia yang bisa tetap berkomunikasi secara baik tanpa ada salah paham.</span></div><div title="MsoNormal"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbVaR4W5JXwy97zomARpVwMVJKS8DEuCX-K8VKe2Wo4W7z1ZpE9PH3imBcSS_PvymxD7wJd8j0WGbT-oTlN60rmQmrIh617k4urwpc5sVTvxLvVNpMaBBzoAVmK0zviAksBPlHrT-iP3mQ/s1600/blog_bahasa_indonesia.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="148" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbVaR4W5JXwy97zomARpVwMVJKS8DEuCX-K8VKe2Wo4W7z1ZpE9PH3imBcSS_PvymxD7wJd8j0WGbT-oTlN60rmQmrIh617k4urwpc5sVTvxLvVNpMaBBzoAVmK0zviAksBPlHrT-iP3mQ/s200/blog_bahasa_indonesia.jpg" width="200" /></a><span style="font-family: comic sans ms,sans-serif; font-size: x-small;"> Di Jakarta contohnya, yang tinggal di Jakarta bukan hanya warga Jakarta asli (Betawi) , Namun di Jakarta merupakan pusat dari berjuta-juta masyarakat se-Indonesia dari Sabang sampai Merauke ada di Jakarta. ( Batak, Sunda, Jawa, Aceh, dll ). Bercampurnya Suku dalam suatu kotaJakarta tidak ada Rasis.</span><span style="font-size: x-small;"> tersebut tidak membuat masyarakat tidak dapat bersosialisasi dengan baik, namun ternyata di </span></div><div title="MsoNormal"><span style="font-family: comic sans ms,sans-serif; font-size: x-small;"> Masyarakat satu dengan lainnya dapat mengerti dan bersatu untuk bangsa dengan menggunakan bahasa Indonesia. Perbedaan Suku yang merupakan perbedaan bahasa tetap bukan jadi masalah.</span></div><div title="MsoNormal"><span style="font-family: comic sans ms,sans-serif; font-size: x-small;"> Untuk Peranan bahasa Indonesia itu sendiri jelas untuk kondisi saat ini yaitu sebagai bahasa resmi kenegaraan , bahasa pengantar didalam dunia pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi., sebagai bahasa media massa . media massa cetak dan elektronik, baik visual, audio, maupun audio visual harus memakai bahasa Indonesia. Media massa menjadi tumpuan kita dalam menyebarluaskan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Sehingga seluruh masyarakat di Indonesia yang ingin mengetahui perkembangan yang tejadi tetap bisa mengerti karena menggunakan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. </span><img alt="" src="http://community.gunadarma.ac.id/file/smile/wink.gif" /></div>Bayanromi (Bashori, Alfiyan, Rauf, Miftah)http://www.blogger.com/profile/11798797162610898660noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1940609694357956267.post-37660664469553118622011-06-09T20:59:00.000-07:002011-06-09T21:01:06.423-07:00LAGU INDO<div class="t1" style="color: red; display: block;"><i style="color: yellow;">DAFTAR LAGU POPULER</i><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKjGQyLBnHwMlnIPX_Fi5NK2As9oepdQk0IR5pVB3xJGustTRtbdBa8DgRNRthJtu9RkIl7GmpUIyzSkl90lWA9vt2iB1zzOBG8C2m1QMo6efATVifN-Yi6thluA1YVij8arQumbTsVxD-/s1600/b-c-rich-platinum-beast-guitar-black.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKjGQyLBnHwMlnIPX_Fi5NK2As9oepdQk0IR5pVB3xJGustTRtbdBa8DgRNRthJtu9RkIl7GmpUIyzSkl90lWA9vt2iB1zzOBG8C2m1QMo6efATVifN-Yi6thluA1YVij8arQumbTsVxD-/s200/b-c-rich-platinum-beast-guitar-black.jpg" style="cursor: move;" width="200" /></a></div><ol class="tabcont"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtWWokM1WjhhKp6OIfsrCqYcLs2-EB9rKJifu6lfY3l7Wn-h6zonEaLcTP2vLQPfaf7cQnWElSbYV8RgyAyyNgfVSwWn8HOTToauEbR7iZ2HF1aVgqf3e_vJYcTkpMLQ5U4QEuPB4Oz7Yf/s1600/wave_guitar.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="161" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtWWokM1WjhhKp6OIfsrCqYcLs2-EB9rKJifu6lfY3l7Wn-h6zonEaLcTP2vLQPfaf7cQnWElSbYV8RgyAyyNgfVSwWn8HOTToauEbR7iZ2HF1aVgqf3e_vJYcTkpMLQ5U4QEuPB4Oz7Yf/s200/wave_guitar.jpg" width="200" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXVxEHqJZtattbDzumIcqStHYIS9aCQ31nsc9UdTd5Gdla6OG3xI2Oi4cgzo-Lydc6MIko4E9FgWd4xzuVfAkTWmBw98xqsVXGsYL_XBJ9MQpQnM74EAS7UqeaobjipsJgfPKKtZMumZc2/s1600/warbeast-wireless-guitar-2.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="198" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXVxEHqJZtattbDzumIcqStHYIS9aCQ31nsc9UdTd5Gdla6OG3xI2Oi4cgzo-Lydc6MIko4E9FgWd4xzuVfAkTWmBw98xqsVXGsYL_XBJ9MQpQnM74EAS7UqeaobjipsJgfPKKtZMumZc2/s200/warbeast-wireless-guitar-2.jpg" width="200" /></a>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/w/wali-band/wali-doaku-untukmu-sayang/">Wali – Doaku Untukmu Sayang</a> </i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/u/ungu/ungu-ft-andien-saat-bahagia/">Ungu ft. Andien – Saat Bahagia</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/r/randy-pangalila/randy-pangalila-mikha-tambayong-i-need-you-ost-nada-cinta/">Randy Pangalila & Mikha Tambayong – I Need You (OST Nada Cinta)</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/v/vierra/vierra/">Vierra – Terlalu Lama</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/t/tangga/tangga-utuh/">Tangga – Utuh</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/a/afgan-a/afgan-panah-asmara/">Afgan – Panah Asmara</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/0-9/7-icons/7-icons-playboy/">7 Icons – Playboy</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/p/padi/padi-tempat-terakhir/">Padi – Tempat Terakhir</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/s/syahrini-s/syahrini-kau-yang-memilih-aku/">Syahrini – Kau Yang Memilih Aku</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/g/geisha/geisha-cinta-dan-benci/">Geisha – Cinta dan Benci</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/m/merpati-m/merpati-tak-rela/">Merpati – Tak Rela</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/s/seventeen/seventeen-hal-terindah/">Seventeen – Hal Terindah</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/n/nikita-willy/nikita-willy-lebih-dari-indah/">Nikita Willy – Lebih Dari Indah</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/a/anggun-c-sasmi/anggun-hanyalah-cinta/">Anggun – Hanyalah Cinta</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/k/killing-me-inside/killing-me-inside-biarlah/">Killing Me Inside – Biarlah</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/s/smash/smash-senyum-dan-semangat/">Smash – Senyum Dan Semangat</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/m/maher-zain/maher-zain-insya-allah-feat-fadly-padi/">Maher Zain – Insya Allah (feat. Fadly Padi)</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/p/pasha-ft-adelia/pasha-ft-adelia-penghujung-cintaku/">Pasha ft. Adelia – Penghujung Cintaku</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/v/vierra/viera-kepergianmu/">Viera – Kepergianmu</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/l/last-child/last-child-pedih/">Last Child – Pedih</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/m/mahadewi/mahadewi-satu-satunya-cinta/">Mahadewi – Satu-Satunya Cinta</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/v/vierra/viera-semua-tentangmu/">Viera – Semua Tentangmu</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/y/yovie-nuno/yovie-nuno-merindu-lagi/">Yovie & Nuno – Merindu Lagi</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/b/briptu-norman/briptu-norman-chaiya-chaiya/">Briptu Norman – Chaiya Chaiya</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/d/dadali/dadali-disaat-aku-mencintaimu/">Dadali – Disaat Aku Mencintaimu</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/u/udin-majnun/udin-majnun-udin-sedunia/">Udin Majnun – Udin Sedunia</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/b/briptu-norman/briptu-norman-aku-jatuh-cinta-cinta-farhat/">Briptu Norman – Aku Jatuh Cinta (Cinta Farhat)</a></i></li>
<li style="color: red;"><i><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/s/smash/smash-kau-gadisku/">Smash – Kau Gadisku</a></i></li>
<li><i style="color: red;"><a class="tllink" href="http://gudanglagu.com/r/rossa/rossa-ku-menunggu/">Rossa – Ku Menunggu</a></i><i style="color: red;"> </i><u><br />
</u></li>
</ol></div>Bayanromi (Bashori, Alfiyan, Rauf, Miftah)http://www.blogger.com/profile/11798797162610898660noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1940609694357956267.post-74197039574471574072011-06-07T08:53:00.001-07:002011-06-07T08:53:35.673-07:00Analisis Strukturalisme Genetik<!--[if gte mso 9]><xml> <o:OfficeDocumentSettings> <o:AllowPNG/> </o:OfficeDocumentSettings> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--"/> <m:smallFrac m:val="off"/> <m:dispDef/> <m:lMargin m:val="0"/> <m:rMargin m:val="0"/> <m:defJc m:val="centerGroup"/> <m:wrapIndent m:val="1440"/> <m:intLim m:val="subSup"/> <m:naryLim m:val="undOvr"/> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style> <![endif]--> <br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 1; text-align: center;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 24.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-font-kerning: 18.0pt;">Analisis strukturalisme genetik</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 1; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Analisis Strukturalisme Genetik</span></b></div><div class="MsoNormal" style="mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Cerpen Yang Sudah Hilang</span></b></div><div class="MsoNormal" style="mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Karya Pramoedya Ananta Toer</span></b></div><div class="MsoNormal" style="mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Oleh: Pekik Nursasongko</span></b></div><div class="MsoNormal" style="mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Pendahuluan</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Pramoedya Ananta Toer adalah seorang sastrawan Indonesia yang sangat produktif. Ia beberapa kali dicalonkan sebagai penerima nobel sastra. Karya-karya Pramoedya mampu melewati perbatasan zaman, usia, ideologi, bahkan benua. Seolah-olah karya tetap aktual meski ditulis berpuluh tahun silam. Dari sekian banyak kritikus sastra masih sangat sedikit yang menganalisis cerpen-cerpen Pramudya. Mayoritas dari mereka sudah cukup puas hanya dengan menganalisis novel-novelnya saja. Padahal cerpen-cerpen Pramudya juga memeiliki bobot yang mengagumkan, cerpen yang mampu menggambarkan bagaimana keadaan sosio-kultural Indonesia di masa silam. Salah satu cerpen karya Pramudya yang menarik adalah Yang Sudah Hilang, sebuah cerpen yang ditulis Pramudya pada tanggal 13 Januari 1952.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Teori strukturalisme genetik dipilih karena melalui teori inilah cerpen karya Pramoedya mampu dianalisis dari dua sisi (strukturalnya yang otonom dan sosio-kultural masyarakat dimana cerpen tersebut lahir) dan hubungan antara dua sisi tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Struktur cerpen Yang Sudah Hilang</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Faruk (1994: 17) menyebutkan bila struktur karya sastra bagi Goldmann mencakup hubungan antar tokoh dalam teks dan hubungan tokoh dengan dunia atau objek lain di sekitar tokoh. Asumsi tersebut secara tidak langsung menyebutkan bila Goldmann mempunyai konsep struktur yang bersifat tematik, yang memusatkan perhatian pada relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada disekitarnya. Dengan demikian, Goldmann membdedakan teks sastra dengan filsafat yang mengungkapkan pandangan dunia secara konseptual dan sosilogi yang mengekspresikan pandangan dunia secara empirisitas.<br />
Tokoh merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah cerita. Walaupun tokoh merupakan hasil imajinasi pengarang namun plausibilitas atau kemasuk akalan kehidupan tokoh (termasuk perasaan dan pikiran) harus tetap ada. Berdasar fungsinya tokoh dibagi dalam dua kategori, tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama sendiri mencakup tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis ialah tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma dan nilai-nilai yang sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca, sedangkan tokoh antogonis adalah tokoh yang menjadi lawan bagi tokoh protagonis sehingga menciptakan konflik (Alternbernd dan Lewis via Nugiyantoro, 2000: 178). Penamaan tokoh tambahan didasarkan atas fungsinya yang hanya menjadi pelengkap keberadaan tokoh utama, meskipun kehadirannya tetap diperlukan sebagai pendukung jalannya cerita (Sudjiman, 1998: 19). </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Nugiyantoro (2000: 176- 177) menyebutkan bila penentuan seorang tokoh masuk dalam kategori utama atau tambahan dapat ditentukan melalui intensitas kemunculannya dalam rangkaian peristiwa yang membangun cerita. Goldman (1997: 1-2) menyebut tokoh sebagai tokoh hero, tokoh yang mencari nilai-nilai autentik dalam dunia yang memburuk. Faruk ( 1994: 34) menambahkan bila tokoh hero yang dimakud Goldman bisa berwujud kolektif (lebih dari satu orang) atau individual.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Tokoh hero dan probelematiknya</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">1.Tokoh Bunda</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; mso-fareast-language: IN;">Tokoh Bunda dijadikan sebagai tokoh protagonis karena intensitas keterlibatannya yang tinggi di dalam cerpen Yang Sudah Hilang dan selalu hadir sebagai pelaku yang dikenai konflik, sedangkan tokoh antogonis dalam cerpen Yang Sudah Hilang adalah tokoh bapak. Melalui prespektif strukturalime genetik, maka tokoh hero dalam cerpen Yang Sudah Hilang adalah tokoh Bunda. Asumsi ini didasarkan atas problem kehidupan dan pererjuangan keras untuk mendapatkan nilai-nilai autentik dalam hidupnya. Dalam cerpen Yang Sudah Hilang tokoh Bunda digambarkan sebagai sosok yang menganut paham theisme. Ia sangat percaya akan manfaat sembahyang dan membaca al-Qur’an. Hal tersebut nampak pada percakapan berikut: “Untuk apa orang bersembahyang, bu?” pernah aku bertanya. “Supaya mendapat rahmat dari Tuhan”, katanya. “Nanti kalau engkau sudah besar engkau akan mengerti sendiri apa gunanya. Engkau sekarang masih kecil. Lebih baik engkau bermain-main saja”(halaman 13)</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Sosok bunda dalam cerpen Yang Sudah Hilang juga dilukiskan sebagi seorang pekerja keras. Meskipun ia seorang perempuan namun ia biasa mencangkul. Seperti nampak pada kesaksian tokoh Aku mengenai Bundanya: Bunda biasa mencangkul di ladang. Dan di waktu-waktu seperti itu, kalau aku tak sedang bermain-main, pasti ikut dengannya…. (halaman 25)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">2. Relasi tokoh Bunda dengan tokoh Aku Dalam hubungan dengan tokoh Aku, tokoh Bunda digambarkan sebagai sosok yang selalu berusaha menentramkan tokoh Aku. Seperti dapat dilihat dalam cuplikan berikut: Kemudian bunda menyanyikan lagu daerah. Dan suaranya yang lembut-lunak itu mendayu-dayu dan menidurkan ketakutanku. Kubelai-belai rambutnya yang kacau ditiup angin, kupermainkan kupingnya yang dihiasi dengan markis berlian itu. Kemudian, kemudia terdengar suaranya yang manis dalam perasaanku: “Engkau mengantuk. Mari kutidurkan”. Halaman 2.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Selain menjadi sosok yang selalu berusaha menentramkan bagi tokoh Aku, tokoh Bunda juga selalu berusaha agar anaknya tidak mengetahui apa yang menyebabkannya sering menangis. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut: “Ibu! Ibu!” aku berseru<br />
Ibu tak menyahuti, juga tak bergerak dari tempatnya. Dengan susah payah aku naik ke atas ranjang. Dan kulihat mata Bunda merah, sebentar-sebentar dihapusnya dengan selimut adikku kecil. Aku terdiam. Lama. Terdiam oleh ketakutan. “Mengapa menangis bu?” aku bertanya. Baru bunda memandang aku. Diraihnya aku dan ditidurkannya di sampingnya.<br />
“Mengapa bu?” aku bertanya lagi. “Tidak apa-apa, anakku”. (Hlm 15)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Sangat mungkin tujuan sikapnya tersebut ditujukan agar si anak yang masih kecil tidak larut dalam kesedihan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">3. Relasi Tokoh Bunda dengan tokoh Ayah Dalam cerpen Yang Sudah Hilang tokoh Bunda sangat jarang terlibat percakapan dengan tokoh Ayah. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh banyaknya perkara yang berseberangan jalan antara tokoh Bunda dan Ayah sehingga keduanya bercerai. Contoh kecil adalah tanggapan tokoh Bunda saat tokoh Ayah membelikan banyak mercon (petasan) di hari lebaran. Menurut tokoh Bunda hal itu dilarang oleh agama karena merupakan peralatan ibadah Tionghoa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">4. Relasi tokoh Bunda dengan tokoh Nyi Kin Relasi antara tokoh Bunda dan tokoh Nyi Kin adalah relasi antara tuan dan pembantu. Sehingga beberapa kali tokoh Bunda meminta Nyi Kin untuk memandikan anaknya. Namun relasi tersebut terputus akibat ulah Nyi Kin yang mencuri bumbu dapur, dan tokoh Bunda tak mengijinkan hal seperti itu terjadi di rumahnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">5. Relasi tokoh Bunda dengan tokoh Pembantu Baru Relasi antara tokoh Bunda dan tokoh Pembantu Baru sama persis dengan relasi tokoh Bunda dengan tokoh Nyi Kin. Perbedaannya adalah terputusnya relasi antara tokoh Bunda dengan tokoh Pembantu Baru disebabkan oleh pengunduran diri tokoh Pembantu Baru.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">6. Relasi tokoh Bunda dengan Dipo Dalam cerpen Yang Sudah Hilang Tokoh Dipo adalah salah satu anak angkat tokoh Bunda. Sebagai anak angkat relasi yang terbangun antara keduanya tidak bisa menyamai relasi tokoh Bunda dengan tokoh Aku. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">7. Tokoh Aku Keterpecahan yang dibicarakan Goldmann di atas dalam Keterpecahan yang dibicarakan Goldmann di atas dalam Yang Sudah Hilang karya Pramoedya dialami oleh tokoh aku. Tokoh aku mengalami kesenjangan antara dunia ideal yang diharapkannya dengan dunia realitas yang dihadapinya. Tokoh aku dalam Yang Sudah Hilang adalah seorang anak yang memiliki perasaan yang cukup peka. Hal ini tergambar dalam sikap tokoh seperti tersebut di bawah ini: Dari depan rumah kami nampak pucuk rumpun-rumpun bamboo yang hijau hitam. Bila angin meniup mereka bersuling-suling meliuk yang selalu menimbulkan perasaan takut dalam hatiku di waktu kecil. Segera aku lari ke pangkuan bunda dan menangis. …..”Ibu bambu itu menangis” ( Toer, 1-2)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Saat ada bunyi keriut bambu, tokoh aku menangis karena merasa suara itu adalah suara bambu yang menangis. Dia tidak nyaman mendengar suara keriut bambu, dalam sangkanya, suara keriut bambu sama dengan suara tangisan. Karena itulah dia ikut menangis. tokoh aku mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Ibunya, hal ini terlihat pada penggalan cerita di atas, saat ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman, yaitu suara keriut bambu, dia lari ke pangkuan ibunya. Ibu dipandang sebagai sosok yang mampu menenangkan keresahannya. Seperti halnya anak-anak kecil lain yang memang lebih mencari ibu dibanding mencari bapaknya saat menangis. Ibu dinilai dapat memberikan kasih sayang, perlindungan dan rasa aman yang diperlukannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">8. Relasi tokoh Aku dan Bapak Bapak dalam Yang Sudah Hilang digambarkan sebagai seorang laki-laki yang berprofesi sebagi Guru. Sebagai seorang bapak, dia kasih terhadapa anaknya, pun demikian sang aku sebagai seorang anak kasih terhadap bapaknya.<br />
Bila pagi hari ayah hendak berangkat ke sekolah dan aku melihat ini, segera aku minta ikut ( Toer, 11). Sebagai seorang anak, dia enggan berpisah dengan bapaknya. Hubungan keluarga ini awalnya sangat haromonis, ayah-ibu dan anak-anak banyak menghabiskan waktu bersama, namun lambat laun sang bapak jadi sering tidak pulang kerumah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dalam diri tokoh aku. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”Dimana Bapak, Bu?” </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”Bapak sedang bekerja” </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”Sudah begini malam?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”Ya, Bapak banyak bekerja” </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”Kapan Bapak datang, bu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">pertanyaan-demi pertanyaan tentang bapaknay selalu saja diajukan tokoh aku. Tokoh aku melihat keganjilan dengan jarangnya melihat Bapak pulang ke rumah.<br />
Rasa sayang tokoh aku terhadapa Bapak juga tampak . pada penggalan berikut ini</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”Sudah makan engkau?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”Sudah. Nanti kalau bapak pulang aku turut makan lagi. Aku senang makan bersama-sama Ibu dan Bapak. Tapi alangkah lamanya- dan bapak belum datang-datang juga. Nanti malam barangkali Bapak datang. Datang, bu?” (Toer, 17)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Pertanyaan tersebut diajukan kepada ibunya sekaligus kepada dirinya sendiri. Dalam dunia idealnya, bapak akan datang nanti malam dan dia bisa makan malam bersama bapak dan ibunya, namun seringnya harapan itu tidak terwujud.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Sehabis mandi, ayah tak juga datang. Aku mulai menangis. kutolak segala janji dan makanan yang disuguhkan di depan hidungku. Malam itu ayah tak juga datang dan aku menangis terus tak habis-habisnya (Toer, 18)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">9. Relasi tokoh Aku dan Pembantu Tokoh aku sempat diasuh oleh 2 orang pembantu pada masa kecilnya. Pengasuhnya yang pertama adalah nyi Kin, hubungan tokoh aku dengan nyi Kin cukup dekat, Nyi kIn menyayangi tokoh aku seperti manyayangi anaknya sendiri. Saat Nyi Kin pergi, tokoh aku merasa sangat kehilangan, terlihat dalam potongan cerita berikut ini<br />
Aku masih ingat, waktu itu nyi Kin jatuh sakit dan dia pergi tanpa memberitahukan keberangkatannya kepadaku. Aku cari dia kemana-mana. Tapi dia tak dapat kutemu. Dan aku menangis berpanjang-panjang. Ada terasa suatu kekosongan besar dalam hatiku (Toer, 7)<br />
Akan halnya dengan pembantu setelah nyi Kin, tokoh aku juga terkesan, namun tidak sedalam kesannya terhadap nyi Kin. jadi kepergian babu itu tak meninggalkaan kesan apa-apa pada kami serumah (Toer, 11)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">10. Relasi tokoh Aku dan Dipo Yang dimaksud saudara angkat di sini adalah anak-anak yang diasuh oleh Bapak Ibu tokoh aku. Hubungan tokoh aku dengan saudara angkatnya tidak begitu banyak diceritakan, kecuali hanya sebagai teman bermain saja. Terlihat dalam penggalan dialog antara tokoh aku dengan bapak saat bapak henadak pergi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”mau pergi kamana, pak?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”kerja”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”bolehkah aku ikut?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">”tidak boleh. Nanti kalau sudah besar engkau boleh pergi sendiri. Main-main sajalah sengan mas-masmu” (Toer, 22)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Latar</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Konsep struktur menurut Goldmann tidak hanya mencakup hubungan tokoh dengan tokoh, namun juga mencakup hubungan tokoh dengan dunia atau objek disekitar tokoh. Dunia dan objek disekitar tokoh selanjutnya disebut latar. Dalam analisis cerita rekaan, latar atau setting juga merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi penentuan nilai estetik karya kesusastraan. Latar biasa disebut sebagai atmosphere atau setidak-tidaknya merupakan bagian atmosphere atau tone secara keseluruhan. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam sebuah cerita rekaan umumnya terjadi pada suatu lingkungan tertentu, baik lingkungan tempat maupun lingkungan waktu. Demikian halnya dengan keseluruhan lingkungan pergaulan tokoh suatu cerita rekaan, termasuk di dalamnya kebiasaan-kebiasaan, pandangan hidup, latar belakang sesuatu lingkungan juga dapat dimasukkan ke dalam pengertian latar. Sehingga latar dalam cerita rekaan ialah segala informasi tentang tempat atau ruang cerita yang digambarkan secara kongkret dan jelas. Oleh karena itu latar dalam cerita rekaan terdiri dari lima aspek yaitu:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">A. Latar Tempat Latar tempat dalam cerpen Yang Sudah Hilang menunjuk lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan yakni kota Blora di Jawa Tengah. Terdapat rumah tokoh yang terletak di dekat Kali Lusi yang melingkari separoh bagian kota Blora. Di dalam rumah itu terdapat dapur dimana tokoh aku menghabiskan waktu di pagi hari bersama babunya (Nyi Kin dan babu baru), dan ruang kamar yang menjadi titik sentral terjadinya berbagai peristiwa antara tokoh aku, bunda/ibu, dan ibu. Di dapur tokoh aku banyak menghabiskan waktu yaitu ketika dia minta mandi dengan Nyi Kin dan pada saat setelah bangun pagi bersama babu yang baru. Di dalam dapur terjadi peristiwa bahwa tokoh aku melihat sosok hantu sehingga pada akhirnya dimarahi oleh bundanya. Hal itu dapat dilihat dari penggalan cerita yaitu:<br />
“ … …Pelahan aku pergi mendapatkan Nyi Kin di dapur minta mandi..”.(hal: 3).<br />
” …… tiap pagi kami berdualah yang paling dahulu bangun…<br />
Dapur kami berdiri lepas dari rumah untuk tempat tinggal. Bangun atapnya tak ubahnya dengan lembaran seng yang dilipat sedikit dan diletakkan di atas rangka dapur….<br />
……Di lubang atap yang berbentuk segi tiga itu nampak olehku sebuah kepala besar menjenguk-jenguk…aku lihat janggut dan kumisnyaputih dan seluruh mukanya hitam-lebih hitam dari alam luar…. Pernah juga aku bercerita tentang apa yang kulihat itu pada bunda. Bunda tak pernah mau mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Kadang-kadang sebaliknya malah. Ia merengut….”(hal 10-11).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Dalam kamar, yang menjadi titik sentral terjadinya peristiwa terdapat berbagai peristiwa yaitu: ketika tokoh aku mendapati ibunya mengaji dan ia bertanya untuk apa orang sembahyang?, kemudian ibu menjawabnya yang di dalamnya terdapat suatu ideologi theisme atau ketuhanan. Dan di ruang kamar tersebut tokoh “aku” banyak menanyakan tentang bapaknya yang jarang pulang ke rumah dan sebagai tempat bunda menenangkan kondisi “aku”. Di kamarnya pula tokoh “aku” sering melihat ibunya menangis. Salah satu pelukisan setiap kejadian tersebut dapat dilihat dalam peninggalan cerpen:<br />
“ ……Untuk apa orang bersembahyang, ibu?”pernah aku bertanya. “Supaya mendapat rahmat dari Tuhan,”katanya.” Nanti kalau engkau sudah besar engkau akan mengerti sendiri apa gunanya…”.(hal: 12-13). </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">“ ……Dimana bapak, bu?”tanyaku lagi. “Ya bapak banyak bekerja”. “Kapan bapak pulan dating, bu?”. Kalau engkau bangun tidur, bapak nanti pulag. Ayo tidur lagi, anakku”. Dan dibawanya aku ke ranjang. Sebentar bunda menina-bobokkan…”. (hal: 13).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">“ ……Dengan susah payah aku naik ke atas ranjang. Dan kulihat mata bunda merah sebentar-sebentar dihapusnya dengan selimut adikku kecil…“Mengapa menangis, bu?” aku bertanya lagi…”. (hal: 15).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Penggalan peristiwa tersebut hanya satu contoh peristiwa dari setiap peristiwayang terjadi dalam kamar. Dan setiap peristiwa tersebut merupakan masalah yang menjadi masalah sentral yang melatarbelakangi berbagai masalah selanjutnya. Permasalahan tentang ketidakjelasan mengapa ayahnya jarang pulang sehingga membuat kondisi “aku” sangat merindukannya sehingga timbul berbagai masalah bahkan membuat kesedihan hati ibunya dan membuatnya menangis.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">B. Latar Lingkungan Kehidupan atau latar Sosial Latar sosial dalam cerpen ini berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial, kebiasaan hidup, keyakinan, cara berpikir ataupun bersikap dari tokoh. Dari paparan latar tempat diperoleh gambaran bahwa latar sosialnya mencakup kehidupan sebuah keluarga yang tinggal di sekitar Kali Lusi. Kehidupan keluarga tersebut tergolong mapan karena dapat memiliki babu/pembantu sehingga tidak terdapat latar ekonomi. Justru dalam cerpen ini terdapat suatu keyakinan tentang ketuhanan/religi yang meyakini ajaran Islam yang dapat terlihat dari perilaku Bunda yang sedang mengaji, serta tradisi membunyikan mercon/petasan pada hari raya merupakan tradisi orang Tionghoa, dan hal itu merupakan ideologi dalam kehidupan tokoh. Dalam cerpen tersebut juga terdapat suatu latar sosial yang mencerminkan orang-orang penduduk kota kecil yaitu pandangan adanya bahwa orang akan kejatuhan sial-sial untuk seumur hidupnya-bila telah menurunkan manusia yang disebut umum tidak sah. Pandangan tersebut diungkapkan oleh Bunda kepada aku pada saat ia kecil sehingga pada saat dewasa dia baru mengerti akan pandangan tersebut (hal: 24-25). Dan latar sosial lain ialah kehidupan pertanian bunda yang ditunjukkan dengan aktifitasnya mencangkul di ladang (hal: 25).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">C. Latar Sistem Kehidupan Sistem kehidupan yang terjadi dalam cerpen tersebut ialah sebuah keluarga yang terdiri dari bapak, ibu/bunda, dua orang anak kandungnya, dua orang anak angkat serta pembantu/babu. Akan tetapi berjalannya sebuah keluarga dalam cerpen ini secara dominan terletak pada tangan ibu atau terjadi perubahan posisi yang seharusnya di pegang oleh bapak. Hal ini dikarenakan ayahnya yang jarang pulang ke rumah sehingga ibu yang mengatasi berbagai persoalan dalam keluarga tersebut misalnya ketika anaknya “aku” merindukan kepulangan bapaknya dan termasuk dalam urusan mengenai babu/pembantunya, misalnya tentang pengambilan keputusan tentang pemecatan Nyi Kin yang telah mencuri bumbu dapur.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">D. Latar Waktu Latar waktu dalam cerpen Yang Sudah Hilang ini berkaitan erat dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Masalah waktu tersebut dapat terbagi dua antara masa kecil tokoh aku dan masa ia dewasa. Hal itu dikarenakan tokoh menceritakan hal-hal dalam masa kecilnya yaitu tentang kehilangan hal yang terdapat dalam masa kecilnya dengan seiring waktu yang berjalan dan membuat ia tambah dewasa. Dalam cerpen itu aku menceritakan hal-hal yang hilang seiring kali Lusi yang dianggapnya mengiringi berbagai kehilangannya. Hal itu bermula dari kehilangan lagu-lagu daerah yang sering dinyanyikan bunda waktu ia kecil, uang sen yang berada dalam mimpinya, kehilangan babu”nyi Kin” karena meninggalkan rumahnya, kehilangan saat-saat aku hendak tidur ibunya yang selalu menidurkan dan memberinya kehangatan, dan mulai kehilangan ayahnya yang jarang pulang ke rumah dengan alasan sibuk bekerja. Dari banyaknya kehilangan itu membuat tokoh aku selalu mengingatnya hingga waktu dewasa dan baru ia mengerti ketika ia dewasa dengan aku mengenangnya dan menceritakan kembali tentang kehilangan tersebut. Misalnya saja dengan peristiwa kepercayan yang aneh orang-orang penduduk kecil Dan hal itu baru diketahui setelah dewasa. Kepercayaan tersebut ialah bahwa orang akan kejatuhan sial-sial untuk seumur hidupnya-bila telah menurunkan manusia yang disebut umum tidak sah (hal 24).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Biografi Pramudya</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Perjalanan hidup Pramudya dimulai dari kelahirannya di Blora tanggal 6 Februari 1925. Ayahnya bernama Mastoer (Bekerja sebagai guru di Holandsch-inlandsche Scool, namun karena jumlah gaji yang sedikit ia kemudian mengajar di Institute Boedi Oetomo)dan ibunya bernama Oemi Saedah. Kemunculan berbagai bentuk pergerakan yang merupakan embrio pergerakan nasional Indonesia turut membentuk karakter Pramudya. Ditutupnya sekolah untuk pribumi Institute Boedi Oetomo ternyata mengguncang perekonomian keluarga Mastoer dan membuat Mastoer kembali bersedia menjadi guru di HIS. Sejak saat itu hubungan Pramudya dan ayah pecah, pramudya kecewa dengan keputusan ayahnya tersebut. Pramudya menganggap ayahnya menyerah total terhadap Belanda dan nasib. perlakuan ayahnya yang kasar, dan menganggap Pram sebagai anak bodoh menyebabkan Pram menjadikan ibunya sebagai satu-satunya tempat mengadu. Berkat ibunya pulalah Pram bisa melanjutkan ke sekolah Radio Volkchool. Kebersamaan Pramudya berakhir setelah ibunya dibunuh oleh penyakit TBC pada tanggal 2 Maret 1942 (Widiatmoko. 2004:52-55).<br />
Tanggal 2 Mei 1950 dengan bantuan Menteri PPK dr. Abu Hanifah, Pram diangkat sebagai redaktur Balai Pustaka bagian Kesusastraan Modern dengan gaji dua ratus empat rupiah. Namun kekecewaan Pram terhadap pimpinan Balai Pustaka membuatnya mengundurkan diri dan mendirikan Literary & Features Agenci Duta yang berkecimpung di dunia pendidikan, bahasa, kesenian, dan kebudayaan. (Widiatmoko. 2004: 60)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Melalui karya-karyanya Pram semakin dikenal publik, hal itu turut menjadikan rumah tangganya membaik dan mampu mebelu rumah. Bersamaan dengan hal itu anak Pram yang pertama lahir. Tentulah hal tersebut mempengaruhi perkembangan kehidupan sosialnya, terutama dalam hubungannya dengan pengarang-pengarang lainnya. Salah seorang pengarang yang sering mengunjungi Pram adalah A. Darta, seorang Marxis dan juga anggota Lekra yang didirikan pada tahun 1950.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Hubungan Cerpen dengan Biografi</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Pram merupakan salah satu tokoh yang sering keluar masuk penjara oleh karena itu ia mempunyai rasa kemanusian dan memahami pentingnya kebebasan bagi manusia. Sisi kemanusiaan yang ditonjolkan Pram dalam cerpen Yang Sudah Hilang antara lain tercermin dalam diri tokoh Nyi Kin yang diusir dari rumah “aku” karena alasan mencuri. Selain itu, Pram lebih menonjolkan sisi rasionalitas yang tercermin dalam diri tokoh bunda. Hal tersebut tampak dalam cuplikan dibawah ini. Pernah juga aku bercerita pada bunda tentang apa yang kulihat itu pada bunda. Bunda tak mau mendfengarkan dengan sungguh-sungguh kadang-kadang sebaliknya malah . ia merenggut. Dipandangnya aku dengan matanya aku dengan marah: ” siapa yang bercerita padamu tentang setan-setan itu ?”………..<br />
“engkau tidak boleh membohongi dia..” Ia juga banyak menyoroti kehidupan sosial disekitarnya. Pada tahun-tahun sebelum menulis cerpen Yang Sudah Hilang banyak penyakit yang muncul seperti TBC yang telah merenggut nyawa ibunya. Dalam cerpen Yang Sudah Hilang ia juga menulis adanya penyakit seperti raja singa. Ibu Pram memberikan pengaruh yang kuat bagi pembentukan watak Pram dan juga jalan pemikiranya. Bagi Pram sendiri ia menulis cerpen dan karyanya yang lain terinpirasi dari ibunya. Dalam cerpen aku tersebut ia menggambarakan bagaimana peranan perempuan sangat besar bagi perkembangan sang anak. Selain itu terdapat pula tokoh perempuan seperti Nyi kin dan babu yang kedua. Karakter kuat seorang perempuan dalam karangan fiksinya didasarkan pada ibunya, “seorang pribadi yang tak ternilai, api yang menyala begitu terang tanpa meninggalkan abu sedikitpun”. Ketika Pramoedya melihat kembali ke masa lalu, ia melihat “revolusi Indonesia diwujudkan dalam bentuk tubuh perempuan – ibunya. Meskipun karakter ibunya kuat, fisik ibunya menjadi lemah karena TBC dan meninggal pada umur 34 tahun, waktu itu Pramoedya masih berumur 17 tahun. Hubungan cerpen dengan kondisi sosial historis zamannya Faham realisme sosialis mendasari Pramoedya untuk membuat karya sastra yang kental dengan nuansa sejarah bangsanya. Pramoedya menganggap rakyat yang mengerti sejarah bangsa dan dunianya dengan baik akan mampu berfikir secara dialektis. Sehingga dalam karya-karyanya Pramoedya seringkali terlihat mengajak pembacanya untuk memandang sejarah sebagai realitas yang terus bergerak (Widiatmoko. 2004: 88). Hal tersebut nampak pada kutipan berikut:<br />
Kadang-kadang bunda berparas kesal bila bapak tirinya datang. Dan pernah suatu kali ia berkata padaku dengan jalan tak langsung: “Engkau tak boleh menjalani jalan maksiat” katanya. “Lihatlah kakekmu itu. Begitulah akibatnya. Segala usahanya gagal. Segala doa dan harapannya tak sampai ke tempatnya.” (hlm: 24-25)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Kutipan di atas menunjukkan usaha tokoh Bunda agar tokoh Aku tak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan kakeknya. Dalam hal ini sejarah pendahulunya dijadikan pelajaran.<br />
Dalam cerpen Yang Sudah Hilang Pram mencoba menggambarkan keadaan zamannya yaitu sekitar tahun 1950. Pada tahun tersebut terjadi revolusi besar dari bentuk pemerintahan Indonesia yang berbentuk serikat menjadi bentuk republik atau kesatuan. Konsep mengenai revolusi atau perubahan tersebut digambarkan oleh Pram dalam cerpen Yang Sudah Hilang. Dalam cerpen tersebut terdapat konsep perubahan yang dominan. Selain itu, juga tampak adanya perasaan kurang senang terhadap lingkungannya yang ia ungkapan melalui cara penggunaan kosakata atau kalimat dalam cerpen Yang Sudah Hilang tersebut seperti percakapan yang tidak berkeputusan, tidak lancar, kalimat yang pendek-pendek, serta kerap kali dalam bentuk seruan-seruan. Adanya perkataan yang berulang ulang juga tampak dalam cerpen tersebut seperti perkataan Yang Sudah Hilang. Terdengar didalam cerpen-cerpennya, manusia yang bergulat dengan dirinya sendiri dalam mencari jawaban bagi segala pertanyaan yang berulang-ulang kembali pada alasan yang lama yang kerap kali bukan berupa bukti yang jelas.Selain itu, ia juga menggunakan bahasa bahasa Jawa sehari-hari dari budaya Jawa klasik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"><br />
Pekerjaannya sebagai seorang sosialis membuatnya kerap mengamati lingkungannya seperti dalam cerpen Yang Sudah Hilang. Dalam cerpen tersebut ia menggambarkan banyaknya masalah kehidupan seperti perceraian, penyakit, gagalnya panen yang timbul sebagai akibat adanya perubahan sosial dan politik dalam pemerintahan. Pram lebih menonjolkan sisi-sisi manusiawi, rasional, pro tionghoa, perampasan hak dan kebebasan dalam berbagai novel dan cerpen karangannya. Dalam cerpen Yang Sudah Hilang, Pram seperti mengisahkan jalan kehidupannya sendiri. Antara pengalaman, pengamatan sosial,dan berbagai kenangan yang ada,ia rangkum menjadi satu. Di mulai dari kenangan-kenangan terhadap ibunya yang selalu menghiburnya kala sedih,menidurkannya ketika tubuhnya yang kecil itu telah lelah dan capai, hingga menyuapinya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Diceritakan pula dalam cerpen ini, bahwa ibunya adalah orang yang taat bersembahyang, meski ketika tokoh Aku menanyakan dimana bapak, ibunya terpaksa berbohong untuk menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Keadaan yang membuat ibunya terpojok. Mungkin dapat dikatakan hal itu menggambarkan kehidupan Pram yang dimasa lalu bapaknya merupakan seorang pejuang sehingga ia sering ditinggalkan oleh bapaknya itu.<br />
Begitu pula ketika babu yang bernama Nyi Kin, pergi tanpa pamit ,ia seolah kehilangan sesuatu yang amat berharga dalam hidupnya. Ketika hal itu ditanyakan pada ibunya,ibunya hanya menjawab bahwa ia sedang sakit dan tidak akan kembali lagi kemari.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Hubungan cerpen dengan kondisi sosial dan pandangan dunia pengarang</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Berdasarkan apa yang yang diperjuangkan Pramoedya, ia adalah sosok yang menganggap kesejahteraan hidup di dunia ini merupakan hal yang paling utama dan tidak memperkaya diri sendiri dengan apa yang bukan haknya, individualis, dan humanis. Hal itulah yang menjadi pandangan Pramoedya dalam melihat kehidupan bangsa Indonesia (Widiatmoko. 2004: 92). Mengacu pada asumsi tersebut, Pramoedya dalam cerpen Yang Sudah Hilang mencoba melukiskan bagaimana kehidupan keluarga tahun 1950-an. Lengkap dengan bayang-bayang mitos, bagaimana seorang tuan berdialog dengan babunya, dancerita-cerita kerajaan.<br />
Tokoh Bunda yang diciptakan Pramoedya dalam cerpen Yang Sudah Hilang berhasil mewakili konflik-konflik batin yang dialami oleh perempuan dan keluarganya pada masa itu. Bagaimana tokoh Bunda digambarkan sebagai tokoh yang mampu menguatkan anaknya meskipun ia sendiri beberapa kali menangis. Sedangkan tokoh Nyi Kin juga mampu menggambarkan bagaimana seorang perempuan harus menjadi korban sejarah hingga terkena penyakit sipilis.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Genesis Cerpen Yang Sudah Hilang</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Setelah melihat semua unsur pendukung cerpen Yang Sudah Hilang, dapat dicari genetis (asal-usul) cerpen tersebut. Cerpen Yang Sudah Hilang dapat dikatakan lahir dari rasa humanis pengarang yang tidak menginginkan adanya penindasan terhadapndan menginginkan adanay persamaan hak antar individu. Tokoh-tokoh dalam cerpen Yang Sudah Hilang berhasil mencerminkan kondisi keluarga pada masa itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Kesimpulan</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: 14.2pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Hasil kajian terhadap cerpen Yang Sudah Hilang menggunakan analisis strukturalisme genetik menunjukkan bukti bahwa pada tahun 1950-an masyarakat Blora masih percaya kepada mitos, masih terdapat korban kawin paksa, dan menjadikan perempuan sebagai korban rumah tangga. Hal tersebut membuat kaum perempuan harus tegar.<br />
Kondisi tersebut memunculkan kegelisahan bagi Pramoedya bahwa harus ada keberanian dan keteguhan pada diri perempuan sehingga berani mengambil keputusan seperti yang dilukiskan Pramoedya dalam tokoh Bunda. Dalam cerpen Yang Sudah Hilang Pramoedya menunjukan nasib tragis yang harus dialami oleh perempuan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div>Bayanromi (Bashori, Alfiyan, Rauf, Miftah)http://www.blogger.com/profile/11798797162610898660noreply@blogger.com2